Gusti Mboten Sare, Kulo Sing Keturon

Tuhan tidak tidur, saya yang ketiduran. Kurang lebih, itulah arti judul tulisan ini dalam Bahasa Indonesia. Kalimat ini terinspirasi oleh kejadian saya hari ini.

Tuhan dalam setiap kepercayaan, memberi perintah untuk menegakkan agama-Nya di dunia. Tugas ini mutlak dilaksanakan sebagai washilah hidup di dunia yang semu. Begitu banyak jebakan yang samar dan tak kita sadari.

Seorang bijak pernah berkata,”Mas, tafsir ayat ini adalah kamu tolong agama Tuhan (Islam) dengan semua yang kamu punya. Sekalipun kamu harus rugi materi, bantu sekuatnya. Nanti urusanmu, Gusti Allah yang mengurus/ikut bantu,”
Proses ini butuh waktu yang bervariasi. Setiap orang tidak sama untuk bisa menerapkan ayat ini dalam kehidupan. Selain menimbang sejarah latar belakang personal, faktor keikhlasan sangat berperan penting disini. Soalnya, menolong agama Tuhan urusannya bukan cuma bab ilmu, tapi juga duit. Sementara urusan duit itu sensitif, hilang Rp 5.000,00 saja sudah bikin oleng.

Kejadian hari ini cukuplah sebagai bukti nyata, betapa Tuhan tidak tidur. Sungguh beliau memperhatikan setiap usaha kita untuk menegakkan ajaran-Nya. Sekalipun niat kita masih tercampur modus dunia, tetap Tuhan memberikan kasih sayang-Nya.

Sore ini setelah lelah bekerja, jadwal ku telah terikat dengan bertemu adik kelas saat kuliah. Membicarakan bab kehidupan yang telah mengganjal pikiran. Begitu ingin hijrah dari kondisi yang saat ini mencekam. Lingkungan yang penuh gemerlap dunia, tak semudah mengedipkan kelopak mata untuk berpindah.

Begitu menginjakkan kaki di rumah dan masuk ke kamar selepas kumpul bersama teman, seluruh daya berfikir terpecah. Sekedar untuk fokus satu masalah, rasanya sudah sulit. Ibarat mesin motor, sudah masuk tahap overheat. Butuh pendinginan, supaya onderdilnya awet.

Maka, berproses bersama seorang guru mutlak diperlukan. Agar beliau yang menjadi pengaman dan penyelamat, disaat kita dilanda kebingungan. Beliau yang akan menjadi penyeimbang, di kala urusan dunia merajalela dan merusak pikiran.

Namun, disini Tuhan menurunkan berkah-Nya. Di saat sesi pemberian materi menulis online bersama ODOP Batch 7, seorang pemateri ternyata memiliki koneksi data dan karya yang luas. Salah satunya, beliau memiliki data manuskrip kitab peninggalan Raden Maulana Makdum Ibrahim, yang dikenal sebagai Sunan Bonang.

Di kala butuh banyak refrensi wawasan dan butuh banyak motivasi agar semangat membaca tumbuh, informasi ini menjadi sebuah hadiah yang istimewa dari Tuhan. Walaupun nantinya manuskrip tersebut harus dipelajari secara perlahan, itu tak jadi masalah. Proses memahami kitab ini justru yang paling krusial.

Di lain sisi, manuskrip itu adalah peninggalan leluhur Nusantara yang harus kita jaga. Sunan Bonang bukan hanya tokoh Islam, namun juga masih keturunan Kerajaan Majapahit dari garis Ibu yang bernama Dewi Condrowati. Walaupun data aslinya saat ini ada Belanda, setidaknya ada salinan yang bisa pelajari dan kita gali makna sejatinya.

Sebuah kesimpulan yang bermakna hari ini, Tuhan tak pernah tinggal diam. Ketika umat-Nya berjuang mati-matian, Dia akan memberikan kesejukan dengan jalan tak terduga. Sayangnya, kita kadang tak sadar dengan nikmat itu. Maka benarlah sebuah kutipan yang menjadi judul tulisan ini. Gusti Mboten Sare, Kulo Sing Keturon.

Fa-biayyi alaa’i Rabbi kuma tukadzdzi ban

Malang, 28 September 2019

Rahayu 🙏🙏🙏

21 Comments

  1. Rajin banget nih mas Syaifudin..oh iya fotonya jangan lupa dikasih caption ya..biar tau itu pas momen apa..sama jangan lupa ngasih sumber kalau fotonya ternyata ambil dari web.. 🙂

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Muhammad Syaifuddin Batalkan balasan